Jumat, 22 Agustus 2008

ANTIOKSIDAN

Kunci Sehat Penangkal Penuaan Dini
Siapapun orangnya, kita pasti ingin panjang umur dengan kesehatan yang selalu baik. Berbagai upaya utnuk mewujudkan hal itu perlu dilakukan sejak usia muda. Sayangnya, kebanyakan dari kita baru menyadari bahwa mereka sedang memasuki proses penuaan (aging) ketika mulai mengalami perubahan-perubahan, abik fisik maupun psikis. Menjadi tua adalah takdir, hukum alam yang tak dapat kita hindari. Namun, kini para ahli dengan segala penemuannya berpendapat bahwa proses takdir itu dapat diperlambat. Tersebutlah zat yang bernama ANTIOKSIDAN. Lalu, apa dan bagaimana peran antioksidan ini dalam menghambat penuaan.
Antioksidan Zat Penghambat Proses Penuaan
Antioksidan merupakan zat yang anti terhadap zat lain yang bekerja sebagai oksidan atau lebih popular disebut radikal bebas. Radikal bebas adalah sejenis oksigen yang susunan atomnya tidak sempurna. Zat ini merupakan zat berbahaya yang sangat reaktif dan bersifat merusak jaringan organ-organ tubuh hingga menimbulkan berbagai penyakit di usia tua. Bagaimana bisa muncul radikal bebas ini? Radikal bebas muncul sebagai dampak dari adanya kehidupan itu sendiri. Setiap makhluk hidup perlu energy untuk bertahan hidup. Makhluk hidup termasuk manusia, akan selalu memproduksi radikal bebas sebagai produk samping dari proses pembentukan energy. Energy itu diperoleh dari hasil metabolisme dengan mengoksidasi (membakar) zat-zat makanan, seperti karbohidrat, lemak dan protein. Dalam proses oksidasi itulah radikal bebas, turut diproduksi.
Selain lahir dari proses metabolisme, radikal bebas juga muncul pada setiap kejadian pembakaran, misalnya merokok, memasak, juga aktifitas pembakaran bahan bakar bermotor dan mesin, memasak, dan lain sebagainya. Ketika sinar ultra violet menerpa suatu benda terus meneru, electron atom benda tersebut akan meloncat dari oritnya, dan terciptalah radikal bebas.
Singkatnya, radikal bebas akan selalu bertebaran dimana-mana. Api adalah radikal bebas yang dapat dilihat dengan mata. Layaknya radikal bebas, sifat api pun sangat reaktif dan sulit dikendalikan jika merajalela.
Supaya radikal bebas tidak merajalela, tubuh dengan sendirinya akan spontan memproduksi zat antioksidannya. Antioksidan yang diproduksi dari dalam tubuh (endogen) berupa tiga enzim yaitu, superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH Px), katalase, serta non enzim, yaitu senyawa protein kecil glutation.
Ketiga enzim dan senyawa glutation itu bekerja menetralkan radikal bebas. Pekerjaannya itu dibantu oleh asupan antioksidan dari luar (endogen) yang berasal dari bahan makanan. Misalnya vitamin E, C, betakaroten dan senyawa flavanoidyang diperoleh dari tumbuhan.

Cara Kerja Antioksidan
Antioksidan menghalangi proses oksidasi dengancara menetralisir radikal bebas. Dalam proses itu antioksidan pun teroksidasi. Itulah mengapa kita harus terus menerus “mengisi ulang” antioksidan dalam tubuh kita.
Antioksidan bekerja dalam dua cara:
1. Pemutusan rantai – Saat radikal bebas melepaskan atau mengambil electron, radikal bebas lain akan terbentuk. Lalu molekul ini akan berputar dan melakukan hal yang sama pada molekul yang lain, dan menghasilkan molekul lain, begitu seterusnya. Proses ini terus berlangsung sampai terjadi pemutusan atau radikalbebas itu sudah distabilkan oleh antioksidan “pemutus rantai” seperti betakaroten, vitamin C dan E
2. Pencegahan – dengan cara mengurangi tingkat inisiasi rantai, yaitu dengan memicu inisiasi radikal bebas, antioksidan dapat merintangi pemutusan rantai oksidasi. Mereka juga dapat mencagah oksidasi dengan cara menstabilkan transisi logam berat seperti tembaga dan besi.
Efektifitas kerja antioksidan tergantung dari jumlah, bagaimana dan dimana radikal bebas dihasilkan serta target kerusakannya. Dengan begitu, dalam suatu proses oksidan dapat melindungi kita dari pengaruh radikal bebas, pada sistem lain tidak berefek sama sekali. Bahkan dalam keadaan tertentu antioksidan dapat bertindak meningkatkan proses oksidasi dengan menghasilkan jenis oksigen yang membahayakan.
Sumber Antioksidan
Hasil penelitian ilmiah menunjukkan bahwa buah-buahan, sayuran dan biji-bijian adalah sumber antioksidan yang baik dan bias meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menekan proses penuaan dini. Tomat mengandung likopene, yakni antioksidan yang ampuh menghentikan radikal bebas sehingga tak berkeliaran mencari asam lemak tak jenuh dalam sel. Hal yang sama dilakukan lutein dan zeasantin yang terdapat pada bayam, diketahui amat aktif mencegah reaksi oksidasi lipid pada membran sel lensa (mata), sehingga kita dapat terhindar dari katarak. Sedangkan antioksidan vitamin seperti vitamin C, E dan betakarotenoid akan menstabilkan membrane sel lensa dan mempertahankan konsentrasi glutation tereduksi dalam lensa.
Data Ilmiah menyebutkan, individu yang rajin mengkonsumsi buah dan sayur memiliki peluang untuk awet muda dan terhindar dari penyakit yang terkait dengan penuaan seperti kanker dan pernafasan.
Langkah sehat lainya adalah mengurangi asupan jumlah kalori yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Kalori dapat mempercepat penuaan dini karena untuk mengubahnya menjadi energy diperlukan lebih banyak oksigen. Namun, di lain pihak oksigen memicu banyak radikal bebas yang bersumber dari senyawa reaktif oksigen, yang kemudian menyerang sel-sel dan akhirnya mempercepat proses penuaan. Oleh sebab itu, ayo kita perbanyak asupan antioksidan.
(dari berbagai sumber)

Minggu, 17 Agustus 2008

ANTIOKSIDAN

Kunci Sehat Penangkal Penuaan Dini

Siapapun orangnya, kita pasti ingin panjang umur dengan kesehatan yang selalu baik. Berbagai upaya utnuk mewujudkan hal itu perlu dilakukan sejak usia muda. Sayangnya, kebanyakan dari kita baru menyadari bahwa mereka sedang memasuki proses penuaan (aging) ketika mulai mengalami perubahan-perubahan, abik fisik maupun psikis. Menjadi tua adalah takdir, hukum alam yang tak dapat kita hindari. Namun, kini para ahli dengan segala penemuannya berpendapat bahwa proses takdir itu dapat diperlambat. Tersebutlah zat yang bernama ANTIOKSIDAN. Lalu, apa dan bagaimana peran antioksidan ini dalam menghambat penuaan.

Antioksidan Zat Penghambat Proses Penuaan

Antioksidan merupakan zat yang anti terhadap zat lain yang bekerja sebagai oksidan atau lebih popular disebut radikal bebas. Radikal bebas adalah sejenis oksigen yang susunan atomnya tidak sempurna. Zat ini merupakan zat berbahaya yang sangat reaktif dan bersifat merusak jaringan organ-organ tubuh hingga menimbulkan berbagai penyakit di usia tua. Bagaimana bisa muncul radikal bebas ini? Radikal bebas muncul sebagai dampak dari adanya kehidupan itu sendiri. Setiap makhluk hidup perlu energy untuk bertahan hidup. Makhluk hidup termasuk manusia, akan selalu memproduksi radikal bebas sebagai produk samping dari proses pembentukan energy. Energy itu diperoleh dari hasil metabolisme dengan mengoksidasi (membakar) zat-zat makanan, seperti karbohidrat, lemak dan protein. Dalam proses oksidasi itulah radikal bebas, turut diproduksi.

Selain lahir dari proses metabolisme, radikal bebas juga muncul pada setiap kejadian pembakaran, misalnya merokok, memasak, juga aktifitas pembakaran bahan bakar bermotor dan mesin, memasak, dan lain sebagainya. Ketika sinar ultra violet menerpa suatu benda terus meneru, electron atom benda tersebut akan meloncat dari oritnya, dan terciptalah radikal bebas.

Singkatnya, radikal bebas akan selalu bertebaran dimana-mana. Api adalah radikal bebas yang dapat dilihat dengan mata. Layaknya radikal bebas, sifat api pun sangat reaktif dan sulit dikendalikan jika merajalela.

Supaya radikal bebas tidak merajalela, tubuh dengan sendirinya akan spontan memproduksi zat antioksidannya. Antioksidan yang diproduksi dari dalam tubuh (endogen) berupa tiga enzim yaitu, superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH Px), katalase, serta non enzim, yaitu senyawa protein kecil glutation.

Ketiga enzim dan senyawa glutation itu bekerja menetralkan radikal bebas. Pekerjaannya itu dibantu oleh asupan antioksidan dari luar (endogen) yang berasal dari bahan makanan. Misalnya vitamin E, C, betakaroten dan senyawa flavanoidyang diperoleh dari tumbuhan.

Cara Kerja Antioksidan

Antioksidan menghalangi proses oksidasi dengancara menetralisir radikal bebas. Dalam proses itu antioksidan pun teroksidasi. Itulah mengapa kita harus terus menerus “mengisi ulang” antioksidan dalam tubuh kita.

Antioksidan bekerja dalam dua cara:

1. Pemutusan rantai – Saat radikal bebas melepaskan atau mengambil electron, radikal bebas lain akan terbentuk. Lalu molekul ini akan berputar dan melakukan hal yang sama pada molekul yang lain, dan menghasilkan molekul lain, begitu seterusnya. Proses ini terus berlangsung sampai terjadi pemutusan atau radikalbebas itu sudah distabilkan oleh antioksidan “pemutus rantai” seperti betakaroten, vitamin C dan E

2. Pencegahan – dengan cara mengurangi tingkat inisiasi rantai, yaitu dengan memicu inisiasi radikal bebas, antioksidan dapat merintangi pemutusan rantai oksidasi. Mereka juga dapat mencagah oksidasi dengan cara menstabilkan transisi logam berat seperti tembaga dan besi.

Efektifitas kerja antioksidan tergantung dari jumlah, bagaimana dan dimana radikal bebas dihasilkan serta target kerusakannya. Dengan begitu, dalam suatu proses oksidan dapat melindungi kita dari pengaruh radikal bebas, pada sistem lain tidak berefek sama sekali. Bahkan dalam keadaan tertentu antioksidan dapat bertindak meningkatkan proses oksidasi dengan menghasilkan jenis oksigen yang membahayakan

Jumat, 21 Maret 2008

Healthy Soybean part two

Phytoestrogen

Soybeans contain isoflavones called genistein and daidzein, which are one source of phytoestrogens in the human diet. Since most naturally occurring estrogenic substances show only weak activity, it is doubtful that normal consumption of foods that contain these phytoestrogens would provide sufficient amounts to elicit a physiological response in humans.[citation needed]

Plant lignans associated with high fiber foods such as cereal brans and beans are the principal precursor to mammalian lignans which have an ability to bind to human estrogen sites. Soybeans are a significant source of mammalian lignan precursor secoisolariciresinol containing 13–273 µg/100 g dry weight.[39] Another phytoestrogen in the human diet with estrogen activity is coumestans, which are found in beans, split-peas, with the best sources being alfalfa, clover, and soybean sprouts. Coumestrol, an isoflavone coumarin derivative is the only coumestan in foods.

Soybeans and processed soy foods do not contain the highest "total phytoestrogen" content of foods. A study in which data were presented on an as is (wet) basis per 100 g and per serving found that food groups with decreasing levels of total phytoestrogens per 100 g are nuts and oilseeds, soy products, cereals and breads, legumes, meat products, various processed foods that may contain soy, vegetables, and fruits.

In men

Because of the phytoestrogen content, some studies indicate that there is an inverse correlation between soybean ingestion and testosterone in men. For this reason, they may be protected against the development of prostate cancer.

In women

A 2001 lierature review suggested that women with current or past breast cancer should be aware of the risks of potential tumor growth when taking soy products, based on the effect of phytoestrogens on breast cancer cell growth in animals.

A 2006 commentary reviewed the relationship with soy and breast cancer. They stated that soy may prevent breast cancer, but cautioned that the impact of isoflavones on breast tissue needs to be evaluated at the cellular level in women at high risk for breast cancer.

In infant formula

There are some studies that state that phytoestrogen in soy can lead to alterations in the proliferation and migration of intestinal cells. The effects of these alterations are unknown.[47] However, some studies conclude there are no adverse effects in human growth, development, or reproduction as a result of the consumption of soy-based infant formula.[48] Other reviews agree, but state that more research is needed to answer the question of what effect phytoestrogens have on infants. Soy formula has also been linked to autoimmune disorders of the thyroid gland.

About 8% of children in the USA are allergic to soybean proteins.[citation needed] The major soy allergen has been identified by scientists at USDA.[citation needed] Both transgenic and conventional soybean varieties without the allergenic protein have been prepared.[citation needed] Soy allergy, typically, will manifest itself approximately a day after consumption of the beans. Common symptoms are urticaria, rash, itching, and redness of the skin.

As a carcinogen

Raw soy flour is known to cause pancreatic cancer in rats. Whether this is also true in humans is unknown because no studies comparing cases of pancreatic cancer and soy intake in humans have yet been conducted, and the doses used to induce pancreatic cancer in rats are said to be larger than humans would normally consume. Heated soy flour may not be carcinogenic in rats.